SERPONG, ULTIMAGZ.com – Film Senyap karya Joshua Oppenheimer telah diputar serentak di seluruh Indonesia pada Rabu, (10/12) bertepatan dengan Hari Hak Asasi Manusia (HAM). Salah satu lokasi pemutaran adalah di Lecturer Hall Universitas Multimedia Nusantara.
Film ini memunculkan berbagai kesan dari para penonton. Di kampus UMN sendiri, pemutaran berlangsung dua sesi yang diikuti dengan diskusi seputar film.
Namun, saat pemutaran berlangsung, terdengar beberapa penonton tertawa di tengah film yang bercerita tentang tragedi kemanusiaan pada 1965 tersebut.
Makbul Mubarak, dosen Sinematografi UMN yang saat itu menuntun jalannya diskusi pun mempertanyakan makna dari tawa para penonton. Baginya, tak ada hal lucu yang harus ditertawakan dalam film ini.
“Jangan-jangan kita hanya bisa tertawa untuk menikmati sesuatu,” ujarnya.
Begitu pula bagi Yosep Anggi, dosen Sinematografi UMN yang saat itu menjawab beberapa pertanyaan dari para penonton. Menurutnya, perihal penonton tertawa dalam film tentang persoalan kemanusiaan ini adalah salah satu bentuk ketidakberdayaan dalam sebuah film.
“Film ini bisa dibilang lucu secara bentuk, tapi di sini isunya besar. Namun, sang sutradara cenderung lebih memilih sisi dramanya sehingga penonton menangkap konteks yang berbeda. Itu problematis,” ujarnya.
Berkaitan dengan konteks, bagi Anggi, sinema selayaknya dapat memapar teks yang baik sekaligus juga menyajikan konteks yang membuat penonton memahami isi film dengan ketergugahan yang mendalam.
“Bacaan atas teks itu tergantung konteksnya, bisa ditarik ke manapun. Masing-masing penonton memiliki konteksnya sendiri,” terang Anggi.
Ia pun berpendapat, generasi sekarang tidak memiliki ikatan emosional dengan peristiwa pada 1965 tersebut.
“Saat ini adalah jaman di mana orang selalu membutuhkan punchline. Seperti di era stand up comedy ini, kita cenderung lupa merenung karena lebih banyak menonton hal-hal yang spektakuler,” ujarnya kembali.
[divider] [/divider]
[box title=”Info”]
Editor : Ghina Ghaliya
Foto: //filmsenyap.com
[/box]